Minggu, 16 Maret 2008

pemanfaatan oli bekas sebagai bahan bakar mesin diesel

Limbah oli atau limbah minyak pelumas residu dari oli murni atau vaseline berada di antara C16 sampai ke C20. Di indonesia jumlah limbah pelumas bekas pada tahun 2003 sekitar 465 juta liter pertahun ( www. wikipedia.com ), dan untuk di daerah Riau limbah ini mencapai 54 juta liter pertahun ( sumber Riau Pos ) . Sumber dari limbah ini berasal dari berbagai aktivitas sarana mesin serta industri. Proses yang dilakukan melalui tahapan absorpsi dan distilasi ( untuk mengolah oli bekas menjadi sampel bahan bakar).

Tahapan berikutnya dilakukan uji karakteristik syarat bahan bakar berupa : uji bilangan oktan untuk melihat kandungan unsur-unsur kimia, titik nyala, bilangan karbon dan residu bahan bakar serta menentukan beberapa parameter fisisnya antara lain: viskositas, konduktivitas dan indeks bias.

Hasil karakteristiknya akan dibandingkan dengan karakteristik solar atau mendekati. Sampel akhir yang diinginkan dari riset ini, bila diuji pada setiap mesin diesel tidak ada modifikasi pada mesin, artinya sampel ini tidak akan memberi efek atau cocok dengan jenis mesin diesel apapun.

Limbah oli bekas yang setiap bulan banyak dihasilkan di Riau akan dimanfaatkan melalui pengolahan khusus. Bila keberadaanya diolah dengan proses dan teknik yang tepat sebenarnya menghasilkan prospek ekonomi cukup menjanjikan di masa depan. Selanjutnya untuk proses mengolah, direncanakan akan didisain atau dirancang sistem dengan membuat prototipe mesin pengolahnya dengan serangkaian proses absorpsi dan distilasi satu tabung melalui beberapa uji karakteristik kimia dan fisika untuk syarat-syarat bahan bakar mesin diesel.

Studi Minyak Bumi

Minyak bumi (bahasa Inggris: petroleum, dari bahasa Latin petrus – karang dan oleum – minyak), dijuluki juga sebagai emas hitam, adalah cairan kental, coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan atas dari beberapa area di kerak Bumi. Minyak bumi terdiri dari campuran kompleks dari berbagai hidrokarbon, sebagian besar seri alkana, tetapi bervariasi dalam penampilan, komposisi, dan kemurniannya.

Hidrokarbon adalah sebuah senyawa yang terdiri dari unsur karbon (C) dan hidrogen (H). Seluruh hidrokarbon memiliki rantai karbon dan atom-atom hidrogen yang berikatan dengan rantai tersebut. Istilah tersebut digunakan juga sebagai pengertian dari hidrokarbon alifatik.

Sebagai contoh, metana (gas rawa) adalah hidrokarbon dengan satu atom karbon dan empat atom hidrogen: CH4. Etana adalah hidrokarbon (lebih terperinci, sebuah alkana) yang terdiri dari dua atom karbon bersatu dengan sebuah ikatan tunggal, masing-masing mengikat tiga atom karbon: C2H6. Propana memiliki tiga atom C (C3H8) dan seterusnya (CnH2·n+2).

Pada dasarnya terdapat tiga jenis hidrokarbon:

  1. Hidrokarbon aromatik, mempunyai setidaknya satu cincin aromatik
  2. Hidrokarbon jenuh, juga disebut alkana, yang tidak memiliki ikatan rangkap atau aromatik.
  3. Hidrokarbon tak jenuh, yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap antara atom-atom karbon, yang dibagi menjadi:

Tiap-tiap atom karbon tersebut dapat mengikat empat atom lain atau maksimum hanya 4 buah atom hidrogen. Jumlah atom hidrogen dapat ditentukan dari jenis hidrokarbonnya.

Empat alkana teringan— CH4 (metana), C2H6 (etana), C3H8 (propana), dan C4H10 (butana) — semuanya adalah gas yang mendidih pada -161.6°C, -88.6°C, -42°C, dan -0.5°C, berturut-turut (-258.9°, -127.5°, -43.6°, dan +31.1° F).

Rantai dalam wilayah C5-7 semuanya ringan, dan mudah menguap, nafta jernih. Senyawaan tersebut digunakan sebagai pelarut, cairan pencuci kering (dry clean), dan produk cepat-kering lainnya. Rantai dari C6H14 sampai C12H26 dicampur bersama dan digunakan untuk bensin. Minyak tanah terbuat dari rantai di wilayah C10 sampai C15, diikuti oleh minyak diesel (C10 hingga C20) dan bahan bakar minyak yang digunakan dalam mesin kapal. Senyawaan dari minyak bumi ini semuanya dalam bentuk cair dalam suhu ruangan. Minyak pelumas dan gemuk setengah-padat (termasuk Vaseline®) berada di antara C16 sampai ke C20. Rantai di atas C20 berwujud padat, dimulai dari "lilin, kemudian tar, dan bitumen aspal.

Titik pendidihan dalam tekanan atmosfer fraksi distilasi dalam derajat Celcius:

Beberapa ilmuwan menyatakan bahwa minyak adalah zat abiotik, yang berarti zat ini tidak berasal dari fosil tetapi berasal dari zat anorganik yang dihasilkan secara alami dalam perut bumi. Namun, pandangan ini diragukan dalam lingkungan ilmiah (www.wikipedia-indonesia.com/minyak_bumi )

Studi Pelumas

Pelumas atau oli merupakan sejenis cairan kental yang berfungsi sebaga pelicin, pelindung, dan pembersih bagi bagian dalam mesin. Kode pengenal Oli adalah berupa huruf SAE yang merupakan singkatan dari Society of Automotive Engineers. Selanjutnya angka yang mengikuti dibelakangnya, menunjukkan tingkat kekentalan oli tersebut. SAE 40 atau SAE 15W-50, semakin besar angka yang mengikuti Kode oli menandakan semakin kentalnya oli tersebut. Sedangkan huruf W yang terdapat dibelakang angka awal, merupakan singkatan dari Winter. SAE 15W-50, berarti oli tersebut memiliki tingkat kekentalan SAE 10 untuk kondisi suhu dingin dan SAE 50 pada kondisi suhu panas. Dengan kondisi seperti ini, oli akan memberikan perlindungan optimal saat mesin start pada kondisi ekstrim sekalipun. Sementara itu dalam kondisi panas normal, idealnya oli akan bekerja pada kisaran angka kekentalan 40-50 menurut standar SAE


BASE OIL

Berdasarkan bahan dasar(base oil)nya, pelumas dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu pelumas mineral dan pelumas sintetis. Pelumas mineral adalah pelumas yang bahan dasarnya berasal dari hasil pengilangan minyak bumi, sedangkan pelumas sintetis adalah pelumas yang bahan dasarnya berasal dari proses sintesa hidrokarbon (misalnya Poly Alpha Olefin), golongan Esther atau golongan Alkylated Naphtalen. Lebih jauh lagi pelumas sintetis terdiri atas pelumas sintetis murni (full synthetic) bila bahan dasarnya 100 % sintetis dan semi sintetic (semi syntetic) bila bahan dasarnya merupakan campuran antara cairan sintetis dengan base-oil mineral.

Base oil group I

Merupakan base oil yang paling sederhana dan hampir 90% populasi pelumas dunia masih menggunakan base oil group I ini. Menurut API, base oil ini harus mempunyai kandungan Sulfur sedikit lebih besar dari 0,03%, kandungan senyawa hidrokarbon jenuh.

Base oil group II

Base oil group II, mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan base oil group I namun lebih memiliki keunggulan. Kandungan Sulfur 90%, serta Viscosity Index 80-120.

Base oil group III

Kualitas base oil group III jelas lebih unggul. Di base oil ini kandungan Sulfurnya kecil, hanya dibawah 0,03% dan kandungan senyawa Hidrokarbon jenuhnya diatas 90%, viskositas indeks minimal 120. Tidak heran jika pelumas-pelumas yang menggunakan platform base oil ini merupakan jajaran produk yang benar-benar premium baik dari segi kualitas, dan harganya.

Base oil group IV

Superioritas base oil group IV ini diakui oleh banyak kalangan sebagai base oil yang paling tinggi. Pelumas dengan tingkat fasilitas tertinggi ini banyak digunakan sebagai pelumasan pada mobil balap formula1 dan mobil-mobil ekstrim lainnya. Oleh API, kategori ini hanya dialokasikan untuk senyawa sintetis kimia yang dinamakan Poly Alpha Olefin (PAO). Dari segi ekonomis, pelumas ini sangat mahal untuk pemakaian sehari-hari.


Fungsi Pelumas pada Kendaraan

Perbedaan mendasar antara oli mesin dan transmisi serta diferensial adalah oli mesin harus 'menelan' unsur-unsur sisa hasil pembakaran berupa karbon, asam, dan zat pengotor lainnya. Karena itu, oli mesin setelah melewati masa pakai tertentu akan mengalami perubahan warna menjadi hitam kelam. Selain fungsi pelumasan, oli mesin juga bertugas membersihkan sisa pembakaran yang bertumpuk pada dinding blok silinder. Pada dinding itu menempel unsur kimia seperti asam belerang dan hidrokarbon serta sisa bahan bakar yang tidak terbakar sempurna.


Oli mesin harus mempunyai sifat-sifat dasar sebagai berikut:

Lubricant oli mesin bertugas melumasi permukaan logam yang saling bergesekan satu sama lain dalam blok silinder. Caranya dengan membentuk semacam lapisan film yang mencegah permukaan logam saling bergesekan atau kontak secara langsung.


Coolant pembakaran pada bagian kepala silinder dan blok mesin menimbulkan suhu tinggi dan menyebabkan komponen menjadi sangat panas. Jika dibiarkan terus maka komponen mesin akan lebih cepat mengalami keausan. Oli mesin yang bersirkulasi di sekitar komponen mesin akan menurunkan suhu logam dan menyerap panas serta memindahkannya ke tempat lain.


Sealant oli mesin akan membentuk sejenis lapisan film di antara piston dan dinding silinder. Karena itu oli mesin berfungsi sebagai perapat untuk mencegah kemungkinan kehilangan tenaga. Sebab jika celah antara piston dan dinding silinder semakin membesar maka akan terjadi kebocoran kompresi.

Detergent kotoran atau lumpur hasil pembakaran akan tertinggal dalam komponen mesin. Dampak buruk 'peninggalan' ini adalah menambah hambatan gesekan pada logam sekaligus menyumbat saluran oli. Tugas oli mesin adalah melakukan pencucian terhadap kotoran yang masih 'menginap'.


Pressure absorbtion oli mesin meredam dan menahan tekanan mekanikal setempat yang terjadi dan bereaksi pada komponen mesin yang dilumasi.

Kekentalan oli mesin Viskositas atau tingkat kekentalan oli mesin menunjukkan ketebalan atau kemampuan untuk menahan aliran cairan. Sifat oli jika suhunya panas akan mudah mengalir dengan cepat alias encer. Sebaliknya jika suhu oli dingin maka akan sulit mengalir atau mudah mengental. Meski demikian setiap merek dan jenis oli mempunyai tingkat kekentalan yang telah disesuaikan dengan maksud dan tujuan penggunaannya. Karena itu ada oli yang sengaja dibuat kental atau encer sesuai kebutuhan pemakai.

Tingkat viskositas oli dinyatakan dalam angka indeks kekentalan.
Semakin besar angkanya maka berarti kian kental olinya. Dan sebaliknya juga kalau angka indeksnya semakin mengecil tentu olinya bertambah encer.
( www.kompas.com/inovasi_online/teknologi_minyak_pelumas_bekas )

5.3 Lempung Aktif Sebagai Adsorpsi

komposisi struktur kristal mineral lempung tersusun dari dua unit struktur dasar yaitu unit silika dan unit alumina yang mempunyai kemap[uan untuk menyerap anion atau kation.

Berdasarkan sifat tersebut, maka lempung sangat berpotensi sebagai adsorber. Pelumas bekas banyak mengandung pengotor yang berupa padatan-padatan logam dan partikel karbon. Sebagai langkah awal pemanfaatan ulang pelumas bekas, pengotor tersebut harus dihilangkan terlebih dahulu. Meninjau struktur kristal lempung tersebut, maka mineral ini diperkirakan dapat digunakan sebagai adsorber pengotor dalam pelumas bekas. Sebelum digunakan sebagai adsorber, lempung yang diperoleh dari alam (natural clay) harus diaktifkan dengan asam kuat untuk meningkatkan porositas dan luas permukaan spesifik.

Penelitian pendahuluan ini bertujuan mengidentifikasi pengaruh variabel-variabel proses aktivasi terhadap sifat fisik dan kinerja adsorpsi lempung. Proses pemisahan pengotor dilakukan dengan mengontakkan pelumas bekas dengan lempung yang sudah diaktifkan di dalam suatu tangki pengaduk. Percobaan utama diselenggarakan menggunakan rancangan faktorial dua level, dengan variasi konsentrasi HCL pada rentang 1-12 M dan temperatur kalsinasi pada rentang 500-600 oC. Proses aktivasi terbukti mampu meningkatkan luas permukaan spesifik dan volume pori lempung. Analisis komposisi kimiawi pelumas sebelum dan setelah diaolah dengan lempung aktif menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi HCL menambah adsorpsi logam Cu, Na, Sn, Cr, Mg, Fe, dan Si, sedangkan peningkatan temperatur kalsinasi menurunkan kapasitas adsorpsi pada logam Cu, Na, Sn, Cr, Mg, Fe, dan Si. Konsentrasi larutan asam yang lebih itnggi memberikan luas permukaan spesifik dan volume pori yang lebih besar, sedangkan temperatur kalsinasi berkelakuan sebaliknya( www.kimia_online.com/kumpulan_hasil_penelitian/ adsorpsi_pada_lempung_aktif)


Aditif Minyak Solar

Dalam tulisan ini akan dibahas dan dijelaskan tentang aditif yang digunakan dalam minyak solar (diesel fuel) – jenis apa saja , alasan digunakan, dan bagaimana kerja aditif.

Tipe – tipe Aditif

Aditif minyak solar digunakan secara luas untuk berbagai tujuan, namun secara umum aditif ini bisa digolongkan menjadi empat kelompok besar, yaitu:

  1. Engine Performance
  2. Fuel Handling
  3. Fuel Stability
  4. Contaminant Control

1. Aditif Engine Performance

Kelas aditif ini dapat meningkatkan kemampuan mesin. Efek dari masing – masing anggota kelas aditif ini dilihat dari perbedaan jangka waktu. Keuntungan yang dihasilkan oleh cetane number improver langsung bisa didapatkan, namun keuntungan dari aditif detergent dan aditif lubricity dilihat dalam jangka waktu yang lama, sering kali baru terlihat haasilnya dalam puluhan ribu mil.

a. Cetane Number Improver (Diesel Ignition Improvers)

Cetane number improver dapat mengurangi kebisingan pembakaran dan asap yang dihasilkan. Tingkat keuntungannya berfariasi dalam berbagai desain mesin dan model operasi, mulai dari tidak ada efek sama sekali hingga peningkatan yang sangat baik.

Figure 7-Cetane Number Improver

2-Ethylhexyl nitrate (EHN) merupakan cetane number improver yang paling banyak digunakan. EHN kadang kala juga disebut octyl nitrate. EHN secara termal tidak stabil dan terdekomposisi sangat cepat pada suhu tinggi dalam ruang bakar. Produk – produk hasil dekomposisi membantu memulai pembakaran bahan bakar dan, karenanya, memperpendek periode penundaan pengapian (ignition delay) dari bahan bakar yang tanpa aditif. Peningkatan cetane number dari jumlah tertentu EHN bervariasi dari satu jenis bahan bakar dan lainnya. Peningkatan akan makin besar untuk bahan bakar yang cetane number-nya secara alami sudah relatif tinggi. Peningkatan inkremental akan semakin mengecil dengan semakin banyak EHN yang ditambahkan, jadi tidak akan menjadi keuntungan dengan menambahkan konsentrasi EHN yang telah optimal. EHN biasanya digunakan dalam jangkauan konsentrasi 0,05% hingga 0,4% massa dan dapat meningkatkan 3 hingga 8 cetane number. Alkyl nitrate yang lain, seperti halnya ether nitrate dan beberapa senyawa nitroso, telah diketahui juga efektif menjadi cetane number improver, namun mereka belum digunakan secara komersil. Di-tertiary butyl peroxide diperkenalkan baru – baru ini sebagai cetane number improver secara komersial. Kekurangan dari EHN adalah EHN mengurangi stabilitas termal dari beberapa bahan bakar. Efek dari cetane number improver lain pada stabilitas termal belum diketahui, namun nampaknya akan sama seperti kekurangan EHN. Sekarang beberapa labolatorium sedang meneliti hal ini.

b. Injector Cleanliness Additives

Bahan bakar dan “crankcase” pelumas dapat membentuk endapan (deposit) dalam area saluran injektor – area yang berhubungan dengan suhu injektor yang tinggi. Tingkat pembentukan deposit bervariasi dengan jenis mesin, komposisi bahan bakar, komposisi pelumas, dan kondisi operasi. Deposit yang berlebihan bisa merusak aliran spray injektor (gambar 2) yang pada gilirannya dapat menghambat proses pencampuran udara dengan bahan bakar. Pada beberapa mesin, hal ini bisa menyebabkan penurunan efisiensi bahan bakar dan meningkatkan emisi gas buang.

Figure 7-1


Aditif detergen ashless polimer dapat membersihkan deposit saluran injektor dan memelihara injektor tetap bersih (gambar 3). Jenis aditif ini tersusun dari molekul polar yang terikat pada deposit dan deposit “precursors”, dan molekul non polar yang terlarut dalam bahan bakar. Dengan demikian, aditif ini dapat melarutkan deposit yang telah terbentuk dan mengurangi kemungkinan untuk deposit “precursors” menjadi deposit. Aditif detergen biasanya digunakan dalam range konsentrasi 50 hingga 300 ppm.

Figure 7-2

c. Lubricity Additives

Aditif pelumasan digunakan untuk menanggulangi pelumasan yang kurang baik dari beberapa hydrotreated minyak solar. Aditif ini mengandung molekul polar yang ditarik ke lapisan permukaan logam, menyebabkan aditif membentuk lapisan film tipis. Lapisan film ini bertindak sebagai lapisan (boundary) pelumas ketika dua permukaan logam bertemu. Dua aditif kimia, fatty acids dan eter, secara umum banyak digunakan. Fatty acids digunakan dalam range konsentrasi 10 hingga 50 ppm. Sedangkan eter yang kurang polar, penggunaannya dalam range konsentrasi 50 hingga 250 ppm.

d. Smoke Suppressant

Beberapa senyawa organometallic berperan sebagai katalis pembakaran. Menambahkan kenis senyawa ini pada bahan bakar dapat menurunkan emisi asap hitam yang dihasilkan dari pembakaran minyak solar yang tidak sempurna. Pada tahun 1960-an, sebelum “the Clean Air Act” dan kebijakan dari EPA, organometallic barium tertentu digunakan sebagai smoke suppressant. EPA kemudian melarang penggunaan senyawa ini karena terdapat potensi yang membahayakan kesehatan dari barium pada emisi gas keluarannya. Smoke suppressant yang dibentuk dari unsur logam lainnya, seperti besi, serium, atau platinum, digunakan di sebagaian besar Negara di dunia; namun penggunaannya belum disahkan oleh EPA untuk digunakan di Amerika Serikat. Aditif jenis ini sering sekali digunakan pada kendaraan yang dilengkapi dengan perangkap partikel kecil (particulate) untuk menurunkan kadar emisinya.
Fuel Handling Additives


a. Antifoam Additives

Beberapa minyak solar cenderung untuk membentuk buih (foam) ketika mereka dipompakan kedalam tangki bahan bakar kendaraan. Pembentukan buih bisa mencampuri pengisian tangki bahan bakar dan menyebabkan kebocoran. Sebagian besar aditif antifoam merupakan senyawa organosilikon dan umumnya digunakan dengan konsentrasi 10 ppm atau lebih rendah lagi.

b. De-Icing Additives

Air bebas yang terdapat dalam bahan bakar dapat membeku pada suhu yang rendah. Kristal es yang dihasilkan bisa menyumbat aliran bahan bakar atau filter. Alkohol atau glikol dengan berat molekul rendah dapat ditambahkan pada minyak solar untuk mencegah pembentukan es. Alkohol atau glikol terlarut sempurna dalam air, menghasilkan campuran yang mempunyai titik beku lebih rendah daripada air murni.

c. Low Temperature Operability Additives

Ada beberapa aditif yang dapat menurunkan pour point (gel point) atau cloud point minyak solar, atau memperbaiki sifat – sifat pada aliran suhu dingin. Sebagian besar dari aditif ini adalah polimer yang tertarik pada kristal lilin yang terbentuk dalam minyak solar pada saat didinginkan dibawah cloud point. Polimer ini mengubah efek dari kristal lilin pada aliran bahan bakar dengan memodifikasi ukurannya, bentuknya, dan derajat agglomeration-nya. Interaksi polimer dengan lilin umumnya spesifik, jadi aditif tertentu umumnya tidak akan berfungsi dengan baik pada semua bahan bakar. Untuk mengefektifkannya, aditif harus dicampur ke dalam bahan bakar sebelum lilin terbentuk, sebagai contoh ketika bahan bakar di atas cloud point-nya. Aditif terbaik dan konsentrasi aditif untuk bahan bakar tertentu tidak bisa diprediksi; hal ini harus ditentukan dengan eksperimen. Keuntungan yang dapat didapatkan untuk tipe yang bermacam – macam dari aditif low temperature operability bisa dilihat dari table dibawah ini.

d. Drag Reducing Additives

Perusahaan “pipeline” kadang kala menggunakan aditif drag reducing untuk meningkatkan volume produk mereka yang dapat dikirimkan pada aliran pipa. Polimer dengan berat molekul tinggi dapat menurunkan turbulensi pada aliran fluida dalam pipa, yang dapat meningkatkan laju alir maksimum 20% hingga 40%. Aditif drag reducing umumnya digunakan dengan konsentrasi dibawah 15 ppm. Ketika produk yang bercampur dengan aditif mengalir melalui pompa, aditif terpecah – pecah (sheared) menjadi molekul yang lebih kecil yang tidak mempunyai efek pada performa produk dalam mesin.

3. Fuel Stability Additives

Instabilitas bahan bakar hasil dari pembentukan “gums” yang dapat mengarah pada pembentukan deposit pada injektor atau partikel kecil (particulates) yang dapat menyumbat filter bahan bakar atau sistem injeksi bahan bakar. Kebutuhan akan aditif fuel stability bervariasi secara luas dari berbagai bahan bakar. Itu tergantung pada bagaimana bahan bakar itu dibuat – sumber minyak bumi dan proses pengilangannya dan pencampurannya. Aditif fuel stability secara umum bekerja dengan menghalangi satu langkah reaksi dalam sebuah jalur reaksi berantai (multi langkah). Dikarenakan banyak reaksi kimia yang kompleks terlibat, aditif yang efektif pada satu bahan bakar bisa jadi tidak dapat bekerja dengan baik pada bahan bakar jenis lain. Jika sebuah bahan bakar perlu distabilkan, maka bahan bakar tersebut harus diuji terlebih dahulu untuk menentukan aditif mana yang efektif. Hasil yang baik akan didapat ketika aditif ditambahkan secepatnya setelah bahan bakar dihasilkan.

a. Antioxidants

Salah satu model dari instabilitas bahan bakar adalah oksidasi, yang mana oksigen dalam jumlah kecil dalam udara terlarut menyerang komponen reaktif dalam bahan bakar. Serangan pertama ini memicu reaksi berantai yang kompleks. Antioksidan bekerja dengan menghentikan reaksi rantainya. Senyawa fenol dan amina tertentu, seperti phenylenediamine, paling sering digunakan sebagai antioksidan. Aditif ini umumnya digunakan dengan range konsentrasi 10 hingga 80 ppm.

Figure 7-Anitoxidant

b. Stabilizer

Reaksi dengan basis asam adalah salah satu bentuk instabilitas bahan bakar. Stabilizer yang digunakan untuk menghindari reaksi seperti itu umumnya dibentuk dari basis amina keras dan digunakan dalam range konsentrasi 50 hingga 150 ppm. Stabilizer bereaksi dengan senyawa asam lemah untuk membentuk produk yang tetap terlarut dalam bahan bakar, namun tidak bereaksi lebih lanjut.

c. Metal Deactivators

Ketika sejumlah kecil logam tertentu, terutama tembaga (copper) dan besi (iron), dilarutkan dalam minyak solar, mereka memacu reaksi yang terlibat dalam instabilitas bahan bakar. Metal deactivators mengikat logam – logam ini, menetralkan efek katalisis dari logam – logam tersebut. Metal deactivators digunakan umumnya pada range konsentrasi 1 hingga 1 ppm.


d. Dispersants

Multi komponen stabilizer bahan bakar bisa mengandung dispersan. Dispersan ini tidak mencegah reaksi instabilitas bahan bakar, namun mendispersikan partikel – partikel pengotor yang terbentuk, mencegah mereka membentuk gumpalan – gumpalan yang besarnya cukup untuk menyumbat filter bahan bakar atau injektor. Dispersan biasanya digunakan dalam range konsentrasi 15 hingga 100 ppm.

Aditif kelas ini umumnya digunakan untuk mengatasi permasalahan kebersihan (housekeeping).

a. Biocides

Suhu tinggi yang terlibat dalam proses pengilangan secara efektif mensterilkan minyak solar. Namun bahan bakar dengan cepat terkontaminasi dengan mikroorganisme yang terdapat di air dalam bahan bakar. Mikroorganisme ini termasuk bakteri dan jamur (yeasts dan molds). Sebagian besar mikroorganisme membutuhkan air bebas untuk tumbuh, pertumbuhan biologis biasanya terkonsentrasi pada lapisan air dan bahan bakar. Dalam penambahan pada bahan bakar dan air, mereka juga membutuhkan beberapa nutrien penting lainnya untuk pertumbuhan. Dari semua nutrien, belerang (phosphorus) merupakan satu – satunya yang konsentrasinya mungkin sangat rendah dalam bahan bakar yang dapat membatasi pertumbuhan biologis. Suhu ambient yang lebih tinggi juga membantu pertumbuhan. Beberapa organisme membutuhkan udara untuk tumbuh (aerobic), sedangkan yang lain dapat tumbuh tanpa kehadiran udara (anaerobic). Waktu yang tersedia untuk pertumbuhan juga sangat penting. Beberapa, atau bahkan beberapa ribu, organisme tidak menyebabkan masalah. Hanya ketika koloni organisme mempunyai cukup waktu untuk tumbuh lebih besar lagi sehingga cukup untuk memproduksi produk samping untuk mempercepat korosi tangki bahan bakar atau memproduksi cukup biomassa untuk menyumbat saluran bahan bakar. Walaupun pertumbuhan bisa terjadi dalam tangki bahan bakar yang bekerja, tangki yang diam (static tank) – dimana bahan bakar disimpan untuk rentang waktu yang lama – merupakan tempat pertumbuhan yang lebih baik jika terdapat air. Biocides dapat digunakan ketika mikroorganisme mencapai taraf menimbulkan masalah. Pilihan terbaik adalah aditif yang dapat larut dalam bahan bakar dan dalam air sehingga aditif dapat menyerang mikroba dalam kedua media tersebut. Biocides umumnya digunakan dalam range konsentrasi 200 hingga 600 ppm. Sebuah biocides bisa jadi tidak bekerja jika biofilm tebal telah terakumulasi pada permukaan tangki atau pada permukaan peralatan lainnya, karena aditif tidak dapat menembus untuk membunuh mikroba yang tinggal jauh didalam lapisan biofilm. Pada kasus seperti ini, tidak ada cara lain selain mengeringkan tangki kemudian membersihkan secara manual. Walaupun biocides efektif untuk menghentikan pertumbuhan mikroba, namun masih diperlukan untuk menyingkirkan biomassa yang terakumulasi untuk menghindari terjadinya penyumbatan filter. Dikarenakan biocides merupakan senyawa beracun, keluaran air atau cairan yang mengandung biocides harus dibuang dengan semestinya. Pendekatan yang paling baik untuk mengatasi kontaminasi mikroba adalah tindakan pencegahan. Dan langkah preventif yang paling penting adalah menjaga kandungan air dalam tangki seminimal mungkin, lebih disukai tidak ada air sama sekali.


b.
Demulsifiers

Normalnya, hidrokarbon dan air terpisah dengan cepat dan benar – benar terpisah. Namun jika bahan bakar mengandung komponen polar yang berprilaku seperti surfaktan dan jika terdapat air bebas, maka bahan bakar dan air dapat membentuk emulsi. Operasi dan perlakuan apapun yang melibatkan “shear force” yang tinggi, seperti memompa bahan bakar, dapat menstabilkan emulsi. Demulsifier adalah surfaktan yang menghancurkan emulsi dan membuat fasa bahan bakar dan air terpisah secara sempurna. Demulsifier umumnya digunakan dalam range konsentrasi 5 hingga 30 ppm.


c.
Corrosion Inhibitors

Karena sebagian besar pipa – pipa minyak dan tangki – tangki minyak terbuat dari logam (steel), korosi yang paling umum terjadi adalah pembentukan karat dengan keberadaan air. Semakin lama, karat yang parah dapat menyebabkan lubang pada dinding logam, menyebabkan kebocoran. Selain dari kebocoran, bahan bakar yang terkontaminasi oleh partikel karat dapat menyebabkan penyumbatan filter bahan bakar dan meningkatkan keausan pompa dan injektor bahan bakar. Inhibitor korosi adalah komponen – komponen yang menempel pada permukaan logam dan membentuk lapisan yang mencegah serangan dari biang korosi. Pemakaian inhibitor korosi biasanya digunakan dalam range konsentrasi 5 hingga 15 ppm.